Riau (BeritaReportase) :
Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu di Riau merupakan salah satu kawasan konservasi terpenting di Indonesia, terutama dalam upaya melindungi burung langka dan migran. Keberadaan 87 spesies burung di kawasan ini menegaskan bahwa habitat alami masih menjadi faktor utama dalam keberlanjutan populasi burung.
Untuk itu, diperlukan konservasi yang lebih ketat dan pengelolaan berkelanjutan agar ekosistem ini tetap terjaga.
Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat penting dalam memastikan bahwa burung-burung ini tetap memiliki tempat berkembang biak dan berlindung untuk generasi mendatang.
Perlu diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk dalam hal jumlah spesies burung.

Dengan 1.883 spesies burung yang tercatat, Indonesia menjadi rumah bagi sekitar 18,6% dari total spesies burung global. Salah satu wilayah penting yang menjadi habitat burung adalah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB) di Riau, yang telah diakui UNESCO sejak 2009.
Keanekaragaman burung di kawasan ini tidak hanya mencerminkan kekayaan hayati Indonesia, tetapi juga menegaskan pentingnya perlindungan ekosistem alami. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan pada Februari 2025 oleh Belantara Foundation, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Pakuan, dan Universitas Andalas.
Dan ditemukan 87 spesies burung di kawasan ini, termasuk spesies langka dan burung migran.

Penelitian yang dilakukan di Stasiun Penelitian Humus, kawasan inti cagar biosfer, menemukan bahwa terdapat 14 spesies burung yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.106 Tahun 2018, serta beberapa spesies yang masuk dalam daftar IUCN Red List.
Beberapa burung langka yang berhasil diidentifikasi antara lain:
Rangkong Badak (Buceros rhinoceros) – Spesies besar dengan peran penting dalam penyebaran biji tanaman hutan.
Julang Jambul Hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus) – Berstatus terancam punah (Endangered/EN) menurut IUCN.
Kangkareng Hitam (Anthracoceros malayanus) – Berstatus rentan (Vulnerable/VU) karena hilangnya habitat alami.
Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) – Predator puncak yang berfungsi menjaga keseimbangan rantai makanan.
Selain itu, terdapat sembilan spesies burung yang masuk dalam Appendix II CITES, yang berarti spesies ini tidak terancam punah saat ini, tetapi perdagangan internasional tanpa pengawasan bisa meningkatkan risiko kepunahan.

Menurut Dr. Dolly Priatna, Direktur Eksekutif Belantara Foundation, burung memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai penyebar biji tanaman, tetapi juga sebagai pengendali populasi serangga dan indikator kualitas lingkungan.
“Keberadaan burung di suatu wilayah bisa mencerminkan kesehatan ekosistemnya. Dengan memonitor populasi burung, kita bisa mengevaluasi dampak perubahan lingkungan terhadap keanekaragaman hayati,” ungkapnya.
Keberadaan burung migran di GSK-BB juga menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan jalur penting bagi burung-burung yang bermigrasi dari belahan bumi utara. Spesies seperti cekakak tiongkok (Halcyon pileata) dan sikatan bubik (Muscicapa dauurica) menjadikan hutan ini sebagai tempat singgah sebelum melanjutkan perjalanan mereka.

Keanekaragaman hayati di Cagar Biosfer GSK-BB menghadapi tantangan besar akibat perubahan tata guna lahan, deforestasi, dan aktivitas manusia lainnya. Dr. Wilson Novarino dari Universitas Andalas menekankan bahwa keberadaan kawasan konservasi seperti ini sangat penting bagi burung migran.
“Jika habitat alami terus menyusut, maka burung-burung yang bergantung pada kawasan ini akan semakin terancam,” jelasnya.
Salah satu strategi konservasi yang diusulkan oleh para peneliti adalah menjaga blok-blok hutan alami di dalam kawasan hutan tanaman sebagai tempat perlindungan bagi burung.
Menurut Adi Susilo, peneliti ekologi senior dari BRIN, area ini bisa berfungsi sebagai “stepping stone” bagi burung-burung dengan jangkauan terbang yang luas.
“Blok hutan alam dalam hutan tanaman dapat meningkatkan keberagaman burung dan menjaga keseimbangan ekosistem,” pungkasnya.
)**T.Bams
+ There are no comments
Add yours