Jakarta (BeritaReportase) :
Pemerintah Indonesia kini menghadapi tantangan baru dalam hubungan dagang internasional, khususnya dengan Amerika Serikat. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, menyatakan dukungannya terhadap langkah strategis pemerintah yang mengutus tim negosiator ke Washington guna merespons kebijakan reciprocal tariff sebesar 32% yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump terhadap ekspor dari Indonesia.
Langkah ini bukan sekadar reaksi spontan, melainkan strategi proaktif yang menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga kemitraan dagang yang adil dan seimbang. Menurut Sultan, perbedaan data ekspor-impor antara Jakarta dan Washington menjadi dasar penting yang harus segera diverifikasi dan divalidasi oleh kedua belah pihak.

Tarif Resiprokal: Tantangan atau Peluang
Presiden Trump menerapkan tarif resiprokal dengan tujuan melindungi ekonomi nasional AS. Namun, kebijakan ini dapat berdampak langsung pada ekspor Indonesia, terutama di sektor unggulan seperti pakaian, alas kaki, dan komoditas strategis lainnya. Sultan menegaskan bahwa peningkatan tarif ekspor bisa menurunkan permintaan terhadap produk Indonesia di pasar AS, yang selama ini menjadi mitra dagang utama.
Meski demikian, Sultan menekankan pentingnya menghormati keputusan Trump sebagai bagian dari etika diplomasi internasional. “Sebagai sahabat, kita harus menghormati kebijakan Presiden Donald Trump. Kepentingan Amerika Serikat sama pentingnya dengan kepentingan global,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Minggu (06/04).
Di tengah ketegangan perdagangan global, Sultan mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah menyiapkan strategi antisipatif sejak awal pemerintahan. Salah satu kebijakan penting adalah hilirisasi komoditas yang bertujuan meningkatkan nilai tambah ekspor Indonesia. Selain itu, Indonesia juga aktif bergabung dalam organisasi multilateral seperti BRICS serta memperluas jaringan melalui berbagai perjanjian dagang internasional.
Pendekatan ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di mata dunia, tetapi juga menjadi bentuk perlindungan terhadap dampak kebijakan ekonomi global yang tidak menentu.
Fokus pada Kesejahteraan Rakyat
Tidak hanya berhenti pada level makroekonomi, Sultan juga menyoroti pentingnya menjaga daya beli masyarakat. Ia mendorong konsistensi dalam kebijakan desentralisasi fiskal melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pendirian Koperasi Merah Putih. Kedua program ini diyakini sebagai pilar ketahanan ekonomi rakyat di tengah ketidakpastian global.
Lebih lanjut, lembaga investasi strategis seperti Danantara juga dianggap sebagai instrumen penting dalam mendukung ketahanan ekonomi nasional. Sultan menegaskan bahwa semua pihak harus mendukung program-program tersebut demi menghadapi potensi dampak negatif dari kebijakan tarif dan dinamika perdagangan global lainnya.
Menurut data Kementerian Perdagangan RI, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$14,34 miliar sepanjang Januari hingga Desember 2024. Namun, data dari Badan Statistik AS menunjukkan angka yang berbeda, yakni US$17,9 miliar. Selisih ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-15 sebagai negara dengan defisit perdagangan terbesar bagi AS. Fakta ini memperkuat urgensi negosiasi bilateral agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam kebijakan tarif lanjutan.
Misi diplomatik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ke Amerika Serikat adalah langkah penting yang harus didukung semua elemen bangsa. Bukan hanya soal menjaga ekspor, tetapi juga menjaga martabat dan kedaulatan ekonomi nasional. Melalui negosiasi yang berbasis data valid, disertai kebijakan strategis di dalam negeri, Indonesia siap menghadapi tantangan global dengan kepala tegak.
)**Nawasanga
+ There are no comments
Add yours