Patok di Area Tambang Jadi Sorotan: WKM Ajukan Praperadilan

Beritareportase.com, PT Wana Kencana Mineral (WKM), resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (1/8/2025), menandai babak baru dalam sengketa lahan tambang di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Langkah hukum ini diambil menyusul penetapan tersangka terhadap tiga eksekutif perusahaan—Hari Aryanto Dharma Putra, Awwab Hafidz, dan Marsell Bialembang—atas dugaan pemasangan patok di area konsesi milik WKM sendiri di Desa Ekor dan Sagea, Kecamatan Wasile Selatan dan Weda Utara.

Namun, yang membuat kasus ini kontroversial adalah klaim bahwa patok tersebut dipasang sebagai bentuk perlindungan aset perusahaan dari dugaan penyerobotan oleh pihak lain, khususnya PT Position, yang diduga kuat melakukan aktivitas penambangan liar di wilayah yang tumpang tindih dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) WKM.

“Saksi diperiksa sejak Maret 2025, padahal laporan baru diajukan pada April 2025,” tegasnya.
Selain itu, ia mempertanyakan ketidakkonsistenan penerapan pasal hukum dan metode penyidikan yang berbeda antar tersangka, serta ketidakhadiran pihak termohon—yang diduga merupakan instansi penegak hukum—dalam sidang praperadilan perdana.
Ketidakhadiran ini menimbulkan pertanyaan publik soal transparansi dan akuntabilitas penanganan perkara.
Yang memperumit situasi adalah adanya tumpang tindih laporan hukum antara Mabes Polri dan Polda Maluku Utara terkait dugaan penambangan ilegal oleh PT Position. Laporan tersebut belum tuntas ditindaklanjuti, sementara proses hukum terhadap WKM berjalan cepat.

“Ini menunjukkan ketidakseimbangan penegakan hukum,” ujar Desyana.
Ia menekankan bahwa kliennya tidak melakukan pelanggaran, melainkan berupaya melindungi aset perusahaan dari potensi pelanggaran hukum pihak ketiga.

Sidang praperadilan akan dilanjutkan pada Senin, 4 Agustus 2025, dengan agenda jawaban resmi dari pihak termohon dan penyerahan bukti tambahan. Hingga kini, tim kuasa hukum telah mengumpulkan 30 dokumen surat sebagai bukti pendukung, termasuk izin IUP, peta konsesi, dan laporan dugaan pelanggaran oleh pihak lain.

“Kami berharap permohonan ini menjadi titik awal penegakan hukum yang objektif dan tidak dipolitisasi,” tandas Desyana.
Kasus ini bukan sekadar sengketa administratif, tetapi juga mencerminkan dinamika rumit antara kepentingan bisnis, tata kelola sumber daya alam, dan independensi penegakan hukum di daerah.

Di tengah maraknya konflik lahan tambang di Indonesia, langkah WKM melalui jalur praperadilan bisa menjadi ujian penting terhadap konsistensi sistem hukum dalam menjamin kepastian usaha sekaligus melindungi hak-hak perusahaan dari kriminalisasi. (*)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours