Municipal Bond Jadi Jalan Kemandirian Fiskal Daerah, Tamsil Linrung: “Inilah Bab Baru Pembangunan Indonesia”

Jakarta (BeritaReportase) :

Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung, menegaskan pentingnya paket insentif municipal bond sebagai stimulus agar pemerintah daerah berani menerbitkan obligasi. Pesan itu ia sampaikan dalam Diskusi Tematik “Membaca Arah Arsitektur Anggaran Negara untuk Pembangunan Daerah dalam Bingkai Asta Cita” yang digelar DPD RI bersama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Dalam keynote speech, Tamsil menekankan bahwa perubahan arsitektur fiskal negara dengan visi Asta Cita harus mendorong daerah menjadi lebih mandiri. Ketergantungan penuh pada Transfer ke Daerah (TKD), menurutnya, tidak lagi relevan ketika peluang pembiayaan alternatif semakin terbuka.

“Sampai hari ini penerbitan municipal bond nyaris tidak terdengar. Kenapa? Karena ada kesan pemerintah tidak serius mendorong, daerah pun tidak berani melakukan terobosan. Nah ini ketemu, antara yang tidak serius dan tidak berani,” tegas Tamsil, Senin (25/8).

Sosok yang dikenal sebagai “maestro anggaran” ini menilai pemerintah pusat perlu menyiapkan paket insentif khusus bagi daerah yang berani menerbitkan obligasi. Bahkan, pusat bisa berperan sebagai penjamin untuk meningkatkan kepercayaan publik dan investor. “Dengan begitu, tingkat kepercayaan akan meningkat, dan ini menjadi jalan kemandirian fiskal daerah,” tambahnya.

Potensi Ribuan Triliun untuk Daerah

Tamsil memaparkan, potensi dana publik yang bisa diserap melalui instrumen ini sangat besar. Sumbernya beragam, mulai dari perbankan, asuransi, dana pensiun, BPJS Ketenagakerjaan, hingga Badan Pengelola Keuangan Haji. Jumlahnya mencapai ribuan triliun rupiah.

“Dana itu siap membiayai proyek strategis daerah, seperti energi, pariwisata, air bersih, utilitas bawah tanah, hingga rumah sakit daerah. Tinggal bagaimana kita berani menjemput bola,” ujarnya.

Dekan FEB UMI, Muhammad Syafi’i Basalamah, menegaskan bahwa sinergi pusat dan daerah adalah kunci dalam bingkai Asta Cita. Delapan program prioritas Presiden, menurutnya, hanya akan optimal jika pemda konsisten berkomitmen.

“Kami merekomendasikan adanya cetak biru transformasi daerah berbasis Asta Cita. Dengan itu, kepala daerah lebih mudah mengimplementasikan visi Asta Cita sekaligus memaksimalkan efek pengganda ekonomi,” jelasnya.

Tantangan Pajak dan Kreativitas Fiskal

Sementara itu, Jusman Dalle, Tenaga Ahli Pimpinan DPD RI, menyoroti tren kenaikan PBB di berbagai daerah yang justru memantik gejolak politik. Ia menilai kebijakan instan ini tidak selaras dengan semangat Asta Cita.

“Asta Cita menempatkan daerah sebagai episentrum gravitasi pembangunan nasional. Maka, perlu ada langkah kreatif dalam pembiayaan pembangunan berbasis kepentingan lokal,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Ilham Labbase, dosen FEB UMI, yang menilai sektor pangan sebagai ujian nyata pelaksanaan Asta Cita. “Kebijakan pangan selalu punya dimensi politis dan dampaknya sangat besar bagi rakyat. Jika tidak dikelola serius, bisa menjadi sumber kerentanan,” katanya.

Diskusi tematik ini mempertegas kebutuhan mendesak akan terobosan fiskal daerah. Municipal bond bukan sekadar instrumen keuangan, melainkan simbol kepercayaan publik dan pijakan menuju kemandirian fiskal.

Regulasi obligasi daerah sejatinya sudah ada sejak 2004, diperkuat UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (2022), dan disederhanakan melalui UU Cipta Kerja. Namun implementasi nyata masih belum terdengar.

“Kalau kita hanya menunggu dana dari pusat, daerah akan terus tergopoh-gopoh. Dengan obligasi daerah, kita bisa berdiri tegak dan membangun mimpi sendiri. Inilah saatnya kita menulis bab baru pembangunan Indonesia, dari daerah untuk Indonesia,” pungkas Tamsil Linrung.

Pesan dari diskusi ini jelas: kemandirian fiskal daerah bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Dengan dukungan insentif dari pemerintah pusat dan keberanian pemda menerbitkan municipal bond, daerah bisa membuka jalan bagi pembangunan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.

Kini saatnya daerah berani menjemput peluang, mengukir kemandirian fiskal, dan menuliskan sejarah baru pembangunan Indonesia—dari daerah, untuk Indonesia.

)**Yuri

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours