Beritareportase.com – Dua belas tahun sudah Galeri Indonesia Kaya (GIK) menjadi ruang hidup bagi seni pertunjukan Indonesia. Sejak dibuka pada 10 Oktober 2013, GIK hadir bukan sekadar sebagai galeri, tetapi sebagai ruang publik berbasis digital yang membuka akses bagi siapa pun untuk mengenal dan mencintai kebudayaan Nusantara.
Dalam perjalanannya, GIK telah menjadi salah satu inisiatif penting dari Bakti Budaya Djarum Foundation, yang berkomitmen menjaga dan menghidupkan tradisi lewat pendekatan kekinian. Melalui perpaduan antara teknologi interaktif, edukasi budaya, dan pertunjukan seni yang segar, galeri ini terus membangun jembatan antara masa lalu dan masa kini.
“Selama dua belas tahun terakhir, Galeri Indonesia Kaya menjadi ruang yang mempertemukan seniman dan masyarakat, serta menjembatani tradisi dengan semangat kekinian”, kata Renitasari Adrian selaku Program Director Galeri Indonesia Kaya.
“Pelestarian budaya tidak hanya berarti menjaga masa lalu, tetapi juga memberi ruang bagi generasi muda untuk menafsirkan dan mengekspresikan budaya Indonesia dengan caranya sendiri”, imbuh Renitasari Adrian.
Sejak pertama kali diresmikan, Galeri Indonesia Kaya telah menyambut lebih dari 1 juta pengunjung dan menyelenggarakan lebih dari 3.000 pertunjukan, mulai dari teater, tari, musik, hingga monolog dan sastra. Tak kurang dari 1.000 seniman telah berkolaborasi dan menampilkan karya mereka di sini menjadikan GIK sebagai ruang pertemuan antara tradisi dan inovasi.
Yang menarik, seluruh aktivitas di galeri ini terbuka gratis untuk publik. Dengan teknologi interaktif dan pendekatan edukatif yang ringan, GIK menjadi ruang belajar budaya yang menyenangkan dan relevan dengan cara berpikir generasi digital.
Tahun ini, perayaan ulang tahun ke-12 Galeri Indonesia Kaya digelar sepanjang Oktober dengan rangkaian pertunjukan yang menampilkan kekayaan seni dari berbagai daerah.
Rangkaian dibuka dengan “Kala Padi” oleh Teater Koma pada 4 Oktober 2025. Lakon ini mengangkat kisah Batara Kala dan Dewi Sri, disajikan dalam gaya khas Teater Koma yang memadukan simbolisme dan satire sosial.
Berlanjut dengan Bengkel Tari Ayu Bulan pada 5 Oktober 2025, yang membawakan karya “Palegongan Kiskenda”, adaptasi drama-tari klasik Bali karya (alm.) Dr. Ayu Bulantrisna Djelantik. Pertunjukan ini menjadi penghormatan pada tradisi Legong yang diolah dengan sentuhan baru.
“Galeri Indonesia Kaya bukan hanya tempat tampil, tapi rumah bagi seniman dari berbagai generasi untuk bertemu, bereksperimen, dan tumbuh bersama. Tempat ini menghidupkan semangat berkesenian sekaligus memperkuat rasa cinta terhadap budaya Indonesia”, tutur Ratna Riantiarno, pendiri Teater Koma.
Kemeriahan juga terasa lewat Indonesia Menari 2025, yang akan digelar serentak di 11 kota pada 12 Oktober 2025. Kegiatan ini diikuti lebih dari 8.000 peserta dari berbagai latar belakang, baik dari pelajar, komunitas tari, hingga masyarakat umum.
Ajang tahunan ini, yang dimulai sejak 2012, menjadi ruang inklusif untuk menari bersama sambil mengenal kembali ragam gerak Nusantara dalam format yang modern dan mudah diikuti.
Memasuki pertengahan Oktober, penonton akan disuguhkan teater alegoris “Kala & Nyala, Dua Penjaga Tungku Kehidupan” karya Titimangsa Foundation (18 Oktober). Pertunjukan ini mengisahkan perjalanan spiritual dua penjaga dunia Kala dan Nyala yang berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan lewat api budaya Nusantara.
Esok harinya, giliran Unlogic Teater tampil dengan karya “Nyai Hariri”, kisah berlatar Batavia 1902 yang mengangkat isu perempuan dan kekuasaan. Menggabungkan unsur magis, visual modern, dan ilustrasi panggung digital, karya ini menghadirkan pengalaman teater yang imersif.
Menutup bulan perayaan, Teater Tanah Air tampil pada 25 Oktober 2025 dengan pertunjukan “Lautan Merah Putih”. Dikenal sebagai kelompok teater anak berprestasi internasional di bawah bimbingan Jose Rizal Manua dan Nunum Raraswati, mereka menghadirkan kisah penuh semangat tentang perjuangan anak-anak Indonesia menghidupkan kembali makna Sumpah Pemuda.
Bagi Galeri Indonesia Kaya, dua belas tahun adalah awal dari perjalanan panjang menjaga api tradisi di tengah arus modernitas.
“Kami berharap berbagai program yang dihadirkan akan terus menginspirasi dan menjadi ruang tumbuh bagi seniman serta masyarakat. Dukungan dari para Sahabat Indonesia Kaya dan pecinta seni membuat ruang ini terus hidup dan berkembang”, pungkas Renitasari Adrian.
Dengan semangat itu, GIK tidak hanya menjadi tempat menonton, tetapi juga ruang belajar, ruang dialog, dan ruang hidup, tempat di mana budaya Indonesia tidak sekadar dipertunjukkan, tapi dihayati dan diteruskan oleh generasi masa kini.
+ There are no comments
Add yours