Beritareportase.com – Menjelang peringatan Hari Ibu Nasional, pelukis Bambang Asrini menghadirkan sebuah peristiwa seni yang sarat makna personal sekaligus sosial. Bertajuk Motherland, pameran seni drawing kontemporer ini akan digelar di Darmin Kopi, Jalan Duren Tiga Raya No. 7e, Jakarta Selatan, pada 23 Desember 2025 hingga 16 Januari 2026.
Sebanyak 15 karya drawing kontemporer mixed media on paper dipamerkan, seluruhnya terhubung dengan ingatan tentang sosok ibu, baik ibu biologis maupun Ibu Pertiwi. Bagi Bambang, Motherland bukan sekadar pameran seni rupa, melainkan ruang refleksi atas kepergian sang ibu sekaligus pembacaan kritis terhadap kondisi mutakhir Tanah Air.

“Seni menjadi instrumen kultural sebagai penanda, bahwa hakikatnya dalam diri seseorang atau sekelompok masyarakat mengalami nalar dan rasa, terbangun imajinasi estetika bersama tentang ibu biologis dan Tanah Air,” kata Bambang Asrini.
Pameran ini rencanannya akan dibuka secara resmi pada Senin, 22 Desember, oleh Erros Djarot, figur legendaris perfilman Indonesia yang juga dikenal sebagai budayawan dan aktivis politik. Momentum pembukaan akan diperkaya dengan pertunjukan kolaboratif seni performans bertajuk Tamiang, yang menampilkan Iskandar Nizar, Yosef Oktaviana, dan Aendra Medita.
Menurut pemerhati seni dan gaya hidup Dwi Sutarjantono, Motherland terasa seperti persembahan seorang anak kepada ibunya, sekaligus persembahan seorang seniman kepada luka yang membentuk perjalanan kreatifnya.
“Garis pada kertas dapat menjadi jembatan antara yang hidup dan yang telah pergi. Seni bisa menjadi rumah ketika dunia tidak lagi ramah,” ujar Dwi Sutarjantono, menekankan bahwa kehilangan, betapapun menyakitkan, kerap melahirkan keindahan yang membuat manusia lebih memahami dirinya.

Dalam pengantar katalog, Imam Muhtarom, pengamat seni dan kandidat doktor Universitas Indonesia, menilai karya-karya Bambang menempatkan pertarungan dialektis antara gagasan keadilan dan kesejahteraan dalam konteks berbangsa dan bernegara.
“Pameran Motherland menjadi momentum yang tepat di Hari Ibu Nasional, menghadirkan narasi kebangsaan sekaligus cerita kontemplatif personal tentang ibu almarhumah pelukis,” tulis Imam Muhtarom.
Pandangan serupa disampaikan Seno Joko Suyono, pendiri Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF). Ia melihat gambar-gambar Bambang sebagai pamflet visual yang menyuarakan kegelisahan eksistensial masyarakat.
“Karya-karya itu memetaforakan keputusasaan hingga harapan, menyuarakan keinginan akan dunia yang indah namun kerap terbentur ilusi,” ujar Seno Joko Suyono.
Sementara itu, Ilham Khoiri, General Manager Bentara Budaya & Communication Management Kompas Gramedia, menyoroti metamorfosis Bambang Asrini dari kurator, penulis, dan aktivis seni rupa, kini tampil utuh sebagai seniman visual.
“Kegelisahan yang dulu hadir dalam teks, kini diekspresikan lewat bahasa visual. Tanda-tanda dalam drawing-nya mengingatkan pada berbagai persoalan Indonesia yang, jika dibiarkan, bisa menggagalkan cita-cita luhur para pendiri bangsa,” jelas Ilham Khoiri.

Penutup katalog ditulis oleh Aendra Medita, yang menekankan kekuatan drawing sebagai medium dasar seni rupa. Menurutnya, garis yang spontan dan cepat memungkinkan hadirnya suasana batin, gejolak sosial, dan ingatan sejarah secara bersamaan.
“Identitas bangsa sejatinya adalah kolase dari banyak lapisan pengalaman dan nilai. Karya-karya ini mengajak kita menundukkan kepala sejenak, disentuh oleh ingatan, lalu bangkit dengan kejelasan baru tentang siapa kita dan ke mana bangsa ini hendak melangkah,” tulis Aendra Medita.
Lewat Motherland, Bambang Asrini menghadirkan seni sebagai ruang perenungan tentang ibu, tentang bangsa, dan tentang manusia yang terus mencari makna di tengah ingatan, kehilangan, dan harapan.

+ There are no comments
Add yours