Papua Barat (BeritaReportase) :
Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, kembali menyoroti tajam problematika rekrutmen tenaga kerja lokal Papua di proyek BP LNG Tangguh Bintuni, salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia. Menurutnya, proses perekrutan teknisi dan operator yang tengah berlangsung tidak mencerminkan komitmen perusahaan dalam memprioritaskan putra-putri Papua sebagai tenaga kerja utama.
Filep mengungkapkan, keluhan dari masyarakat pekerja Papua dan Serikat Pekerja LNG Tangguh (SPLT) tidak boleh diabaikan. Mereka menolak mekanisme rekrutmen yang dianggap tidak mengakomodasi aspirasi tenaga kerja lokal. Padahal, dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), BP telah menargetkan 85% tenaga kerja berasal dari Papua pada tahun 2029.
“Komitmen itu sudah berulang kali disampaikan. BP bahkan sudah mendidik anak-anak Papua agar memiliki keterampilan sesuai standar migas. Jadi, jangan sampai proses yang berjalan sekarang justru melenceng dari janji tersebut. Kita harus kawal bersama,” tegas Filep, Rabu (20/8/2025).
Abaikan Laporan TIAP, Akar Masalah Rekrutmen Papua
Lebih jauh, Filep menilai problematika ini muncul karena BP Tangguh mengabaikan rekomendasi Tim Penasehat Independen Tangguh (TIAP) sejak 2020. Laporan TIAP secara jelas meminta BP melanjutkan program pemagangan, meningkatkan jumlah tenaga kerja Papua sesuai kebutuhan SDM, hingga membuka ruang karier menuju level manajerial.
“Hal itu sudah disetujui BP dalam respons resminya, termasuk soal program Challenger yang memberi peluang orang Papua masuk hingga posisi manajemen senior. Maka, kalau sekarang prosesnya tidak berpihak pada anak Papua, itu artinya ada pengingkaran terhadap komitmen yang sudah dibuat,” ujarnya.
Ironi Papua: SDA Melimpah, Pengangguran Tinggi
Filep juga menyinggung kondisi ironi di tanah Papua. Proyek strategis nasional sebesar Tangguh seharusnya memberi manfaat nyata bagi kesejahteraan rakyat. Namun faktanya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Papua Barat masih 4,21%, sementara Papua Barat Daya justru tertinggi dengan angka 6,61% (BPS, Februari 2025).
“Ini sangat miris. Papua dengan kekayaan sumber daya alam luar biasa, tapi masyarakatnya masih menghadapi pengangguran yang tinggi. Maka kehadiran Tangguh seharusnya bukan hanya soal produksi, tetapi juga soal keadilan sosial bagi orang Papua,” jelasnya.
Dorongan ke Pemerintah dan SKK Migas
Sebagai Ketua Komite III DPD RI, Filep menegaskan akan menindaklanjuti persoalan ini ke kementerian dan lembaga terkait, terutama SKK Migas, agar melakukan evaluasi dan pengawasan lebih ketat di sektor hulu migas. Ia menekankan, negara tidak boleh membiarkan ketidakadilan rekrutmen ini berlanjut.
Filep juga mengingatkan janji Presiden Prabowo Subianto saat peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025. Presiden berkomitmen menciptakan sistem ketenagakerjaan yang berkeadilan, produktif, dan berkelanjutan, serta membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional untuk mengawasi regulasi yang tidak berpihak pada pekerja.
“Semangat Presiden harus didengar juga oleh pihak korporasi yang mengelola sumber daya alam di Papua. Masalah di BP Tangguh ini akan terus kita kawal sampai ada solusi nyata,” pungkasnya.
Kasus rekrutmen tenaga kerja Papua di BP LNG Tangguh Bintuni bukan sekadar soal teknis perekrutan, melainkan soal keadilan sosial dan komitmen korporasi terhadap masyarakat pemilik hak ulayat di tanah Papua. Jika janji 85% tenaga kerja Papua di 2029 ingin benar-benar terwujud, maka setiap proses rekrutmen harus transparan, inklusif, dan berpihak pada putra-putri daerah.
Akhirnya, suara Senator Filep menjadi pengingat: Papua bukan sekadar sumber energi bagi negeri, tetapi juga rumah yang harus dijaga martabat dan kesejahteraannya.
)**Yuri

+ There are no comments
Add yours